Routing
Information Protocol (RIP) adalah sebuah protokol routing dinamis yang
digunakan dalam jaringan LAN (Local Area Network) dan WAN (Wide Area Network).
Oleh karena itu protokol ini diklasifikasikan sebagai Interior Gateway Protocol
(IGP). Protokol ini menggunakan algoritma Distance-Vector Routing. Pertama kali
didefinisikan dalam RFC 1058 (1988). Protokol ini telah dikembangkan beberapa
kali, sehingga terciptalah RIP Versi 2 (RFC 2453). Kedua versi ini masih
digunakan sampai sekarang, meskipun begitu secara teknis mereka telah dianggap
usang oleh teknik-teknik yang lebih maju, seperti Open Shortest Path First
(OSPF) dan protokol OSI IS-IS. RIP juga telah diadaptasi untuk digunakan dalam
jaringan IPv6, yang dikenal sebagai standar RIPng (RIP Next Generation/ RIP
generasi berikutnya), yang diterbitkan dalam RFC 2080 (1997)
Cara Kerja RIP
1. Host mendengar pada alamat broadcast jika
ada update routing dari gateway.
2. Host akan memeriksa terlebih dahulu
routing table lokal jika menerima update routing .
3. Jika rute belum ada, informasi segera
dimasukkan ke routing table .
4. Jika rute sudah ada, metric yang terkecil
akan diambil sebagai acuan.
5. Rute melalui suatu gateway akan dihapus
jika tidak ada update dari gateway tersebut dalam waktu tertentu
6. Khusus untuk gateway, RIP akan
mengirimkan update routing pada alamat broadcast di setiap network yang
terhubung
Karakteristik dari RIP:
1. Distance vector routing protocol
2. Hop count sebagi metric untuk memilih
rute
3. Maximum hop count 15, hop ke 16 dianggap unreachable
4. Secara default routing update 30 detik
sekali
5. RIPv1 (classfull routing protocol) tidak
mengirimkan subnet mask pada update
6. RIPv2 (classless routing protocol)
mengirimkan subnet mask pada update
Kelebihan dan Kekurangan
1. Kelebihan
RIP menggunakan
metode Triggered Update.
RIP memiliki timer
untuk mengetahui kapan router
harus kembali memberikan
informasi routing. Jika terjadi perubahan pada jaringan,
sementara timer belum habis, router tetap harus mengirimkan informasi
routing karena dipicu
oleh perubahan tersebut
(triggered update). Mengatur
routing menggunakan RIP
tidak rumit dan
memberikan hasil yang cukup dapat diterima, terlebih jika
jarang terjadi kegagalan link jaringan
2. Kekurangan
Dalam
implementasi RIP memang mudah untuk digunakan, namun RIP mempunyai masalah
serius pada Autonomous System yang besar, yaitu :
1. Terbatasnya diameter network, Telah
disebutkan sedikit di atas bahwa RIP hanya bisa menerima metrik sampai 15.
Lebih dari itu tujuan dianggap tidak terjangkau. Hal ini bisa menjadi masalah
pada network yang besar.
2. Konvergensi yang lambat, Untuk menghapus entry tabel routing yang
bermasalah, RIP mempunyai metode yang tidak efesien. Seperti pada contoh skema
network di atas, misalkan subnet 10 bernilai 1 hop dari router 2 dan bernilai 2
hop dari router 3. Ini pada kondisi bagus, namun apabila router 1 crash, maka
subnet 3 akan dihapus dari table routing kepunyaan router 2 sampai batas waktu
180 detik. Sementara itu, router 3 belum mengetahui bahwa subnet 3 tidak
terjangkau, ia masih mempunyai table routing yang lama yang menyatakan subnet 3
sejauh 2 hop (yang melalui router 2). Waktu subnet 3 dihapus dari router 2,
router 3 memberikan informasi ini kepada router 2 dan router 2 melihat bahwa
subnet 3 bisa dijangkau lewat router 3 dengan 3 hop ( 2 + 1 ). Karena ini
adalah routing baru maka ia akan memasukkannya ke dalam KRT. Berikutnya, router
2 akan mengupdate routing table dan memberikannya kepada router 3 bahwa subnet
3 bernilai 3 hop. Router 3 menerima dan menambahkan 1 hop lagi menjadi 4. Lalu
tabel routing diupdate lagi dan router 2 meneriman informasi jalan menuju
subnet 3 menjadi 5 hop. Demikian seterusnya sampai nilainya lebih dari 30.
Routing atas terus menerus looping sampai nilainya lebih dari 30 hop.
3. Tidak bisa membedakan network masking
lebih dari /24, RIP membaca IP address berdasarkan kepada kelas A, B dan C.
Seperti kita ketahui bahwa kelas C mempunyai masking 24 bit. Dan masking ini
masih bias diperpanjang menjadi 25 bit, 26 bit dan seterusnya. RIP tidak dapat
membacanya bila lebih dari 24 bit. Ini adalah masalah besar, mengingat masking
yang lebih dari 24 bit banyak dipakai. Hal ini sudah dapat di atasi pada RIPv2.
4. Jumlah
host Terbatas.
5. RIP
tidak memiliki informasi
tentang subnet setiap
route.
6. RIP
tidak mendukung Variable
Length Subnet Masking
(VLSM), Ketika pertama kali
dijalankan hanya mengetahui cara routing ke dirinya sendiri (informasi lokal)
dan tidak mengetahui topologi jaringan tempatnya berada
0 comments:
Post a Comment